Senin, 25 Oktober 2010

Sinopsis Tarian Kajangki Luwu

LATAR BELAKANG
Ware (Pusat Kerajaan) Luwu yang Pertama yaitu pada abad ke IX sampai abad ke XIII, pusat kerajaan pada saat itu masih disekitar Wotu, tepatnya di wilayah Bilassalamoa (Kebun Dewata). Kajangki Luwu, yang merupakan tarian asli Luwu sebagaimana yang tercantum dalam sure La Galigo yang berjudul Mulaitoe yang berbunyi:
=  Kajangki ri Luwu,
=  Masengo-sengo ri Mengkoka dan
=  Mabbadong ri Toraja.
II.   ARTI
Kajangki Luwu berarti “Kemenangan Luwu” maka jelas bahwa kajangki Luwu menggambarkan dan mengisahkan kemenangan yang dicapai di medan perang.
III. PEMENTASAN
Kajangki Luwu dapat dipentaskan.

(I),    DI WOTU SENDIRI
a. Diadakan pada acara kebesaran adat yangdipentaskan Barugga, antara lain;
  • Macceratasi ; Pesta laut,
  • Mobiola ; Pesta kemenangan,yakni peringatan yang diadakan setiap ada daerah yang ditaklukkan.
  • Momante ; Pesta panen.
b.   RUMAH PEJABAT.
Dilakukan dalam acara;
  • Memasuki rumah baru,
  • Pesta persalinan,
  • Pesta perkawinan.
PEJABAT;
Pejabat yang dinaksud adalah anggota hadat dan pejabat penerintahan,khusus pejabat hadat meliputi;
  1. Macoa Bawalipu,
  2. Macoa Bemtua,
  3. Macoa Mincara Oge,
  4. Macoa Pelemba Oge,
  5. Uragi Bawalipu,
  6. Uragi Datu,
  7. Uragi Ala,
  8. Anre Guru Olitau.
  9. Anre Guru Tomadappe,
  10. Anre Guru Lara,
  11. Anre Guru Tomengkeni,
  12. Anre Guru Pawawa,
  13. Anre Guru Ranra.
  14. Angkuru,
  15. Paramata Lewonu,
  16. Paramata Rampa,
  17. Tanggi
RUMAH BARU,
  1. Rumah yang memiliki tipe-tipe satu. Tarian kajangki di tarikan dengan cara setelah runah      dimasuki, dan merupakan rangkaiam acara.
  2. Rumah yang memiliki tipe tipe dua susun keatas. Tarian  kajangki ditarikan sejak memasuki pintu,mengantar pemilik rumah, merupakan acara pertama memasuki rumah, kajangki ini disebut Kajangki Tuddu.
PESTA PERSALINAN.
Tarian kajangki dapat dilaksanakan pada kelahiran anak-anak pejabat, turunan pejabat dan bekas pejabat (Tomengkeni).
PESTA PERKAWINAN.
Tarian Kajangki Luwu dapat di mainkan pada pesta perkawinan sebelum dan sesudah akad nikah, pada perkawinan yang disebut Nikka Datu Balua, yaitu perkawinan yang terjadi antara pasangan turunan Bawalipu, Oragi dan Anre Guru.
(II)  DI ISTANA.
Tarian Kajangki Luwu yang dilaksanakan di Istana Datu Luwu di Ware (Tempat Ibu Kota Kerajaan) dalam acara;
  • Peringatan Kemenangan,
  • Kelahiran putra-putri raja (Datu).
IV. PEMAIN
Yang boleh menjadi pemain tarian kajangki yaitu semua turunan dari jenis jabatan di atas dan turunan olitau. Olitau adalah suatu golongan/keturunan yang secara turun temurun tidak dapat diangkat sebagai anggota adapt, sesuai kenyataannya, tetapi mempunyai hak istimewa yakni apabila ada anggota hadat yang menurut ukurannya tidak wajar lagi menjadi anggota hadat, maka ia berhak menurunkan dari jabatan melalui Macoa Bawalipu.Sebagai mana diketahui bahwa Olitau, ialah turunan Bawalipu sejak dahulukala sampai pada saat siding pleno hadat di samping Tangga Padda (Sekarang Masjid Arrasiun). menerima Islam, dan telah dilanggar dengan melakukan protes keras sehingga hadat menjatuhkan sanksi.
V.JENISNYA.
Tarian Kajangki Luwu termasuk jenis tari pahlawan/tari perang dan merupakan sendatari (seni drama tari), namun tidak menutup kemungkinan dapat dimainkan sebagai tarian biasa.
VI. KOMPOSISI.
1. SERE BANDA, ialah suatu gerak tari yang dibawakan oleh pria,  yang menggambarkan sepasukan pejuang yang kembali dari medan perang dengan kemenangan yang gilang gemilang. Jumlah pemain sesuai dengan kebutuhan.
2. Kostum/pakaian
    1). Baju warna hitam (Model jas tutup),
    2). Celana hitam panjang antara 10-15 cm dibawah lutut dan    agak sempit.
    3).  Sarung berwarna merah kehitaman.
    4). Destar merah daqrah (pasapu jonjo) kurang lebih sama dengan destar Sultan Hasanuddin.
    5).  Keris.
    3. SUMAJO. Ialah merupakan sebuah gerak tari yang dimainkan oleh putra-putri istana, yang merupakan penyanbutan atau pernyataan gembira atas kemenangan para pejuang,pemainnya minimal empat orang.
      Kostum/Pakaian.
      1). Baju Bodo Panjang (baju laru) warna merah dan sarung  warna putih.
      2).  Sanggul tinggi.
      4. EJA-EJA, adalah gerak dan nyanyi dilakukan perorangan, dimulai oleh salah seorang pejuang yang menurut hadat salah tingkah disaat melihat penari wanita.Ia menggunakan Cinde.
      5. ANGGOTA HADAT terdiri dari;
      1).  Macoa Bawalipu,
      2). Andreguru Olitau,
      3).  Andreguru Pawawa.
      Selaku Dewan Hakim yang mengadakan siding terhadap para pejuang yang menurut penilaian mereka telah melanggar tatakrama.
      5. PEMAIN MUSIK.
        1). Penabug gendang  2 orang,
        2). Pemain lae-lae       1 orang.
        3). Pemain curiga        1 orang.
        4). Pemain gong          1 orang
        5). Penyanyi             1-2 oramg
        KOSTUM;
        1).  Penabuh gendang sama dengan kostum pejuang,
        2). Pemain lae-lae dan curiga sama dgn kostum pemain     wanita.
        3).  Pemain gong sama dengan kostum pejuang,
        4).  Penyanyi , baju hitam.
        VII. WAKTU PENTAS
        1. Dapat dimainkan dalam waktu paling lama 30 menit,
        2. Dapat dimainkan semalam suntuk.
        VIII. JALANNYA PERMAINAN
        Formasi Dasar
        • Pria dasar lingkaran,
        • Wanita dasar bersaf.
        Persiapan
        a. Pemain pria siap berbentuk berbanjar;
          - Gendang ditabuh,pemain pria serentak Mattuddu dengan ucapan Hae yang tegas dan bersemangat.
          - Gerak berjalan,
          -  Gerak ketangkasan,menggunakan senjata,
          -  Gerak serangan,
          -  Gerak bagaimana menyebrangi sungai,
          Setiap peralihan gerakan dengan komando Lele.
          b. Sementara pria menari, para pemain wanita telah siap dengan berbanjar disebuah tempat. Setelah gerak penyerangan bagi pria, kembali dengan gerakan berjalan menuju tempat wanita, dan pada saat itu dengan iringan lagu dan musik penari wanita keluar, dengan berjalan menjemput kaum pria yang seterusnya beriringan menuju pentas, dimana anggota hadat telah duduk.Pria membentuk setengah lingkaran dan dengan kode tabuh gendang, mereka serempak duduk bersilah, dan penari wanita memulai gerak tarinya. Pada sat itu para pejuang nampak masing-masing dengan gerak-gerik tertarik kepada penari wanita, yang diperhatikan oleh hadat. Anggota hadat meneliti para pejuang yang salah tingkah, yang itulah yang dijatuhi hukuman. Setelah selesai gerak tari wanita, dengan kode tabuh gendang, juga mereka duduk.
            Pada saat terjadi persidangan.
            - Macoa Bawalipu mengatakan:
            “TAMAKA RANNU,UJIA PADA AWAMU MUBAWA JANGKI LAEKIA DAA SANGO UPODDA NYAWA,IYYA TOMI DAANUSALA SAITOMU MUPOPAITA KEDO KEDO LASITINAJA IPOPAITA ITANGA TOMATABBA”
            - Magaga pakaitata Anre Guru.?.
            “METTU TONGGA TASANGAE,JAJJI PARALLU IPALANAI EJA-EJA”
            -  Macoa Bawalipu melemparkan cinde kepada yang dianggap  bersalah.
            -  Yang bersangkutan menerima cinde, dan bersujut di hadapan macoa Bawalipu lalu berdiri dengan gerakan dan nyanyi.
            -  Berlangsunglah acara Eja-Eja.
            -  Cinde dapat diserahkan kepada salah seorang gadirin pria.
            -  Siapa yang memperoleh cinde, harus melaksanakan gerak dan nyanyi Eja-Eja.
            -  Cinde tidak dapat berpindah kepada pejabat , bekas pejabat dan wanita.
            -  Jika cinde kepada salah satu yang tersebut diatas, maka permainan dinyatakan selesai.
            -  Setelah permainan selesai, gendang ditabuh dan para pemain berdiri dengan gerakan berjalan menuju ketempat yang tersedia.
            -  Tarian ini tidak boleh ditarikan se potong-potong, seperti pria saja, atau wanita saja, hanya Eja-Eja saja, akan tetapi harus dilakukan secara lengkap.
            PENUTUP dan SARAN
            Untuk pelaksanaan program pembinaan, pengembangan dan pelestarian kesenian ini, penyusun memohon kepada orang tua-tua dan anggota hadat dan turunannya, agar berkenan mengihlaskan kesenian ini kiranya dapt;
            1. Dimainkan oleh seniman yang berbakat dengan tidak memandang keturunan.
            2. Dimainkan pada acara-acara yang dirasa perlu kesenian ini ditampilkan.
            3. Dikembangkan kepada generasi muda selanjutnya,dan kepada seniman didaerah-daerah lain utamanya di Kabupaten Luwu, agar kesenian ini dapat dikenal dan dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia sebagai jalur dapatnya menjadi Kesenian Nasional Indonesia.
            Palopo, Desember 1986.
            Penyusun,
            ALWI AZIZ
            Tulisan asli klik disini

            Tidak ada komentar:

            Posting Komentar