Senin, 19 Juli 2010

Sensasi Makanan Khas Daerah Wotu Sulawesi Selatan

Hari ini gag ada kuliah, makanya iseng2 buat note tentang kuliner, yg gag suka makanan mending gag usah baca, hehehehe… tp yg doyan makan silahkan di baca n jgn lupa “leave a comment”… let’s cekidot…
Provinsi Sulawesi Selatan memang terkenal dengan kekayaan kulinernya. beberapa diantaranya sudah dikenal kelezatannya oleh masyarakat luar seperti Coto Makassar, Sop Konro, ataupun Es Pisang Ijo. Namun, pengetahuan mengenai kuliner sulawasi selatan ini, belum lengkap rasanya jika belum menceritakan beberapa makanan yg sering saya cicipi di kampung sewaktu kecil dulu. saya lahir di Kecamatan Wotu kabupaten Luwu Timur. Adapun kuliner khas yang ingin saya bahas adalah



1. Barobbo
Barobbo merupakan Bubur Jagung khas masyarakat Sulawesi Selatan khususnya masyarakat di Tana Luwu (Kota Palopo, Kab. Luwu, Kab. Luwu Utara, dan Kab. Luwu Timur).
bahan utamanya adalah Jagung, Ayam (goreng dan suwir-suwir) atau udang, Bawang merah, Bawang putih, Merica, Bayam atau kangkung atau sawi, dan Daun sup.
Bisa juga diberi Pelengkap seperti Bawang goring, Cabai, ditambah jeruk nipis dan Perkedel jagung. Bahan untuk perkedel jagung adalah : Jagung, Telur 1 biji, Bawang merah, Bawang putih, Merica, Tepung 1 sendok serta Daun sup ditambah daun bawang (lebih enak lagi pakai udang).
Makanan ini biasanya disajikan jika berkumpul dengan keluarga, bisa juga pada saat berbuka puasa pada bulan ramadhan.



Cara membuatnya cukup mudah yaitu
1. Jagung diparut, masukkan dalam panci (sisakan juga untuk perkedel) Tambahkan air dan masak (bisa ditambahkan udang).
2. Tambahkan irisan bawang merah dan bawang putih, bila sudah mendidih masukkan sayuran, daun sup, merica dan garam.
3. Perkedel:haluskan bawang merah dan bawang putih, campur dengan jagung parut, tambahkan telur, garam, merica, potongan daun sup ditambah daun bawang, tambahkan tepung satu sendok, aduk rata dan goreng.
4. Cara saji:Siapkan bubur dalam mangkuk, taburi atasnya dengan ayam goreng, bawang goreng dan perkedel jagung. Siap dimakan dengan cabai ulek dan perahan jeruk nipis.
Kira-kira inilah spesifikasi Barobbo yg waktu aku kecil bisa nambah sampai 3x, hehehe



2. Kapurung
Kapurung merupakan salah satu makanan tradisional masyarakat di Tana Luwu (Kota Palopo, Kab. Luwu, Kab. Luwu Utara, dan Kab. Luwu Timur). Bahan utamanya adalah sagu, yah sagu yang putih itu, bisa juga apabila tidak ada sagu biasanya digunakan tepung kanji. Lebih enak memang kalau langsung menggunakan dari sagu.
Di keluarga saya dulu ketika saya masih sering berbuka puasa di rumah, pasti kapurung menjadi salah satu menu utamanya. Mama saya selalu membuatkan, begitu juga kalau saya pulang liburan pasti selalu dibuatkan.
Spesifik cara membuatnya sebenarnya saya cuman tau dikit, namun sensasi membuatnya itu kali yang juga membuat kapurung ini anda perlu tau. DIBANTING!!!
Apanya yang dibanting? hahahaha Salah satu komponen menunya juga adalah sejumlah air yang mendidih, di tuangkan dalam tepung sagu yang diberi air supaya halus. Nah ketika menuangkan ini, setelah semua tepat dituangkan langsung diaduk dengan cara sendoknya yang terbuat dari kayu dibanting di adonan campuran dari air mendidih dan sagu itu, DIbanting berulang kali, sampai warnanya merata jadi abu-abu, tidak terlihat lagi warna dasar putih dari sagu.
Saya sering membantu mama saya untuk membanting adukan itu, walaupun bantuannya Cuma sekedar liat2 doang, hehehehe maklum butuh tenaga yang cukup kuat, soalnya berat, melengket gitu deh, gaya kohesi adonannya kuat banget. Hehehehe, awal dulu waktu SD itu kirain gampang aja bapak saya banting-banting, ternyata setelah nyoba banting sendiri berat juga kala itu.
Hasil setelah dibanting-banting itu, adalah seperti adonan kenyal yang lengket, seperti lem kertas. Taukan? yang seperti itu rupanya, tapi jangan ilfil dulu, karena memang bahan dasarnya kan sama, lem juga biasanya dibuat dari kanji.
Nah setelah itu baru pake sumpit *jah, kayak orang Jepang aja*. Sumpitnya bukan buat makan, namun untuk membuat adonannya lebih kecil ukurannya, buat dimasukkan di mulut nantinya. Sumpitnya juga bukan dipegang satu tangan tapi 2 tangan, adonannya dipelintir bulat-bulat setelah itu dimasukkan ke dalam mangkok besar (atau baskom) atau sejenisnya yang sudah berisi air ikan dan sayur serta bumbu lainnya.
Nah mangkok besar isinya apa?
Salah satu unsur utama yang membuat hidangan ini enak adalah kuahnya yang berasal dari air ikan yang sudah dimasak. Nikmat cita rasanya terletak di sini juga, kalo tanpa ini terasa hambar. Tapi banyak juga mensiasati dengan bumbu-bumbu yang diberikan dalam kuah tersebut.
Campurannya biasanya banyak ada sayur-sayuran seperti kangkung, bayam, sayur paku, jantung pisang, dan lain-lain, tergantung selera. Kadang juga dicampurkan dengan berbagai lauk pauk, misalnya ikan, cumi, potongan daging ayam dan sebagainya. Ada juga bumbu-bumbu lain yang dimasukkan. Serta untuk menambah nikmatnya dimasukkan sambel ulek secukupnya, sambelnya kadang dipisah supaya yang makan bisa mengontrol seberapa pedas yang diinginkan.
Setelah semua tercampur, dimana terlihat adonan sagu terlihat berenang-renang dalam kuah kapurung itu, siap untuk disajikan.
Cara makannya gimana? langsung DITELAN!
Yah tidak perlu dengan menguyah kapurung tersebut karena kenyal langsung ditelan, sembari kuahnya terikut juga. Namun untuk campuran lain seperti sayur dan lauknya yah masih perlu dikunyah. Di sinilah sensasi rasa bagi orang yang pertama kali memakan kapurung ini, tidak terbiasa menelan. Tapi tenang saja setelah itu anda pasti akan ketagihan. hehehe.
Nah perlu anda ketahui bahwa perbedaan orang di tana Luwu juga berbeda-beda dalam menyajikan. Masyarakat di selatan (daerah luwu yang sebelah selatan) dan utara (daerah luwu yang sebelah utara) berbeda loh cara menyajikan dan cara makannya. Kalo di selatan biasanya lauk pauknya sudah dimasukkan duluan ke dalam mangkoknya. Sedang kalo di utara terpisah.
Demikian juga cara makannya, kalau di selatan, tidak perlu makan nasi lagi setelah makan kapurung, sedang kalo di utara perlu menambahkan nasi dari kuah sisa kapurung tadi.
Saya kadang makan lebih dari satu porsi, nikmat soalnya, dan saya juga lebih suka setelah makan kapurung yang kuahnya masih tersisa makan dengan dange, Apa dange? Liat di posting tulisan bawah setelah tulisan ini.
Demikian cerita saya tentang, makan tradisional dari Luwu, termasuk Palopo dan Wotu yang sensasi serta cita rasax yg nikmat susah di lupakan.



3. Dange ( Bukan Dange yang seperti di Pangkep)

Dange, bagi sebagian besar orang Bugis sudah mengetahui makanan yang satu ini. Selain nikmat disajikan dengan makanan jenis lain, juga tahan lama dan bisa menjadi alternatif bagi penderita diabetes. Namun saya akan menceritakan makanan ini dalam pengalaman saya.
Merupakan makanan tradisional masyarakat Bugis, terutama yang di daerah Luwu. Sudah menjadi santapan sehari-hari masyarakat Luwu menikmati makanan satu ini. Biasanya di acara keluarga atau acara tudang sipulung (ramah tamah) selalu dange dan makanan tradisional lain menyertai.
Dange yang kaya karbohidrat tersebut merupakan makanan pokok sebagian masyarakat jaman dulu, yang kadar gulanya sangat rendah ketimbang nasi. Makanya beberapa penderita diabetes akhirnya menjadikan dange sebagai bahan terapi untuk mengurangi konsumsi nasi yang kadar gulanya cukup tinggi. Silahkan bagi anda yang bermasalah dengan gula, dan dilarang dokter makan nasi, bisa merasakan nikmatnya dange ini.
Makanan ini berbahan dasar dari sagu, dibuat di atas tungku dengan menggunakan kotak yang bisa memasukkan tepung sagu sehingga terbentuk kotak-kotak tipis. Dimasak beberapa lama, sampai terlihat sudah berwarna abu-abu dan terlihat sudah melekat butiran-butiran sagunya.
Bagi anda yang pertama kali makan, dange tentunya akan terasa asing di lidah dan saat dikunyah seperti makan biskuit yang masih terasa butir-butir tepungnya. Yah seperti orang bule makan nasi yang kebiasaan makan roti itu contohnya.
Dange yang enak menurut saya adalah dange yang tidak lembek dan tidak keras. Biasanya tergantung cara memasaknya, dan memang harus ahli. Setelah dimasak perlu proses beberapa hari untuk mengeraskannya. Kalau sehabis dimasak di tungku, masih lembek panas dan seperti kue ketika masuk di mulut, ditambah gula jadi maknyus juga. Dange buatan tante saya (saudara tertua ibu saya) merupakan dange yang paling enak. Waktu kecil saya sering memperhatikan tante saya itu bikin dange, namun sayang sekarang sudah tidak membuatnya lagi, cukup membeli di tetangga.
Kalo sudah menemukan dange, saya tidak makan nasi lagi, terasa makyus sudah dalam lidah, bercampur dengan ikan bakar, parede (ikan yang dimasak spesial, asli Luwu juga), atau lawa atau pacco (seperti susi, ikan yang ngak dimasak tapi cuman dikasih cuka dan kelapa parut goreng) dan berbagai jenis lauk-pauk orang-orang Luwu.
Dange biasanya diseduh dengan kuah ikan, atau kuah sayuran, untuk mengurangi kerasnya dange ketika dimakan, dipotong kecil-kecil dan dimasukan ke mulut bersama potongan ikan dan sayuran. Paling enak dengan menggunakan kuah kapurung massido… marasa… mapappe.
Dange dapat bertahan berbulan-bulan, tidak ada istilah basi buat dange ini. Cerita bapak saya dulu ketika terjadi pergolakan pemberontakan Kahar Muzakkar, dange merupakan makanan pokok yang disimpan dalam tanah untuk bertahan berbulan-bulan dalam hutan. Menghindari para gerombolan pemberontak.
Bagaimana dengan anda, tertarik menikmatinya?
-------------------------------------------------------------------------------------
Sumber : tulisan tentang Dange dan Kapurung sebagian besar bersumber dari blog saudara sepupu saya Asruldin Azis (www.arul.web.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar