Rabu, 20 Oktober 2010

Makassar dari Jendela Pete-pete

sumber : http://asruldinazis.wordpress.com/2009/09/25/makassar-dari-jendela-pete-pete/ 
blog saudara sepupu saya...
Makassar dari Jendela Pete-pete
Sebuah buku luar biasa berjudul Makassar dari Jendela Pete-pete, Catatan seorang pengguna jalan, ditulis oleh Winarni KS, seorang mahasiswa yang akan menyelesaikan studinya di bidang perencanaan wilayah kota di kampus Universitas Hasanuddin, yang juga adik kelas kakak sepupu saya di Smudama ini, juga seorang blogger yang suka mendaki bisa anda lihat sendiri di blognya www.inart.wordpress.com yang sebelumnya memiliki blog di blogdrive.
kakak Saya bertemu sang penulis di penjual pisang epe (yang juga menjadi fokus pembahasan dalam buku tersebut) sedang menanti buka puasa bersama teman-teman, pertemuan yang tidak terduga karena awalnya tidak buat janjian hanya sekedar SMS iseng saja dan beliau pun langsung menyerahkan buku ini ke kakak saya.
Buku merupakan catatan jurnalisme warga atau yang akrab kita sebut sebagai citizen jurnalism ini terdiri dari 6 catatan, yaitu catatan pembuka, catatan dari jalan, catatan dari Pantai Losari, catatan dari hutan beton, catatan dari sungai, dan catatan penutup yang masing-masing bagian terdiri atas beberapa tulisan dan grafis-grafis yang kritis mengenai kota Makassar.
Permasalahan kota dari jalan seperti pengambilalihan fungsi trotoar, parkir liar yang dicerca dan dicari, pro kontra antara pete-pete atau busway, ketidaktersediaan ruang terbuka untuk udara segar dan tempat bermain, serta masalah iklan rokok yang menjamur. Dan permasalahan umum perkotaan yaitu banjir dan kemacetan juga diungkap lugas disertai beberapa titik pusat permasalahan tersebut.
Keindahan Pantai Losari yang tergerus oleh reklamasi pantai, yang dulunya menjadi tempat yang nyaman sekarang sudah memiliki anjungan bahkan sudah siap dibuatkan arena baru sebagai CPI ( Centre Point Indonesia). Dan tahukan anda bahwa Tanjung Bunga dan Trans Studio yang sedang menjadi pembicaraan heboh tempat hiburan indoor yang katanya terbesar di dunia tersebut dibangun di atas laut hasil reklamasi di pantai losari yang sudah tidak berbentuk?
Pembangunan hutan beton yang bukan hutan hijau, menjamurnya mall dan ruko yang tidak memperhatikan tata kota dan lingkungan. Seperti M’Tos (Makassar Town Square) yang dibangun di kawasan pendidikan menurut RTRWK serta depan mall tersebut sering terjadi kemacetan yang luar biasa karena berada di jalan arteri.
Serta catatan dari sungai yang masih menyimpan kekumuhan di sungai Tallo yang merupakan salah satu efek dari urbanisasi. Semua dikaji dalam perspektif penulis.
Saya mencoba mengambil salah satu permasalahan yang diangkat dalam buku ini tentang PKL yang dulu menempati Pantai Losari bahkan sempat dikatakan sebagai restoran terpanjang di dunia. PKL yang 30 tahun lalu diberikan gerobak oleh walikota sebagai sumber penghasilan dan peningkatan ekonomi kota malah sekarang akan diberanguskan dengan dipindahkan ke tempat lain yang hasilnya tidak seberapa, dan akhirnya berpindah sendiri ke depan ruko di sekitar pantai losari, walaupun tempat ilegal namun tetap saja dipungut retribusi pemkot yang memang tinggi dibanding tepat lokalisasi sebelumnya. Namun tetap siap-siap saja setiap saat digusur oleh satpol PP.
Buku ini setiap bagian dikaji dan digambarkan sesuai keadaan yang sebenarnya tentang kota Makassar, bagian dari pengguna jalan, mahasiswa, penikmat kota, calon perencana, dan sebagai masyarakat awam. Tidak bisa dikatakan berat karena menggunakan tipikal penulisan citizen jurnalism, tapi juga tidak bisa dikatakan ringan karena yang disertai dengan data-data logis dan teori tentang kota, yang sebenarnya ini menjadi penunjang sebuah tulisan itu dikatakan bermanfaat dan tidak asal menulis. Dan menarik pula, karena disertai beberapa sejarah dari kota Makassar dan titik-titik tertentu di Makassar sehingga sekalian belajar sejarah dari beberapa permasalahan yang menjadi fokus pembahasan dalam buku ini.
Yang menarik dari buku ini adalah bukan hanya sekedar kritik untuk pemerintah dalam pengelolaan kota, namun juga menyindir masyarakat yang belum memiliki kepatuhan terhadap aturan, demikian pula stakeholder yang lain.
Bagi yang sedang berdomisili, daerah asal, ataupun pernah mempertaruhkan hidup di Makassar buku ini sangat menarik buat anda melihat perkembangan kota Makassar sesungguhnya, anda akan manggut-manggut saat membaca buku ini dan mengiyakan kondisi yang terjadi di kota terbesar di Pulau Sulawesi ini. Menarik juga jika anda membaca buku ini sambil naik pete-pete melihat-lihat kota Makassar, demikian mungkin mengapa buku ini diberi judul Makassar dari Jendela Pete-pete.
Bukan hanya itu, buku ini juga cocok buat yang ingin berkunjung ke Makassar, bagi pejabat, pengusaha ataupun warga lain walaupun bukan merupakan warga Makassar bisa menjadikan referensi menarik dalam hal partisipasi pembangunan perkotaan di masing-masing daerahnya.
Buku ini juga menginspirasi saya untuk tetap menulis di blog atau bahkan menulis dalam sebuah buku tentang perkotaan dan daerah serta permasalahannya terutama kota Surabaya tempat berdomisili saat ini, dan kota Palopo tempat kelahiran saya, Wotu, kampung saya, serta kota-kota lain yang pernah tersinggahi. Karena ternyata permasalahan di kota Makassar ternyata juga menjadi permasalahan di kota-kota lainnya di Indonesia dengan perkembangan pesatnya yang tanpa memikirkan aspek lingkungan, sosial, dan historis, yang lebih mementingkan aspek ekonomi.
Sang penulis mengatakan bukunya ini sudah memasuki cetakan kedua, jadi sangat sayang kiranya kalau anda melewatkannya, segera dapatkan di toko buku terdekat, atau anda tertarik tinggal menghubungi langsung di blognya.
Pete-pete : nama angkot di kota Makassar, penyebutan huruf e menggunakan epepet

Tidak ada komentar:

Posting Komentar